Tasawuf
Imam Abu Hanifa (81-150 H./700-767 CE)
Imam Abu Hanifa (r) (85 H.-150 H) berkata, “Jika tidak karena dua tahun, saya telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Ja’far as-Sadiq dan mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”. Ad-Durr al-Mukhtar, vol 1. p. 43 bahwa Ibn ‘Abideen said, “Abi Ali Dakkak, seorang sufi, dari Abul Qassim an-Nasarabadi, dari ash-Shibli, dari Sariyy as-Saqati dari Ma’ruf al-Karkhi, dari Dawad at-Ta’i, yang mendapatkan ilmu lahir dan batin dari Imam Abu Hanifa (r), yang mendukung jalan Sufi.” Imam berkata sebelum meninggal: lawla sanatan lahalaka Nu’man, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man (saya) telah celaka.” Itulah dua tahun bersama Ja’far as-Sadiq.
Imam Malik (94-179 H./716-795 CE)
Imam Malik (r): “man tassawaffa wa lam yatafaqah faqad tazandaqa wa man tafaqaha wa lam yatsawwaf faqad fasadat, wa man tafaqaha wa tassawafa faqad tahaqqaq. (Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasauf tanpa fikh maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fikh tanpa tasauf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasauf dan fikh dia meraih kebenaran).” (dalam buku ‘Ali al-Adawi dari keterangan Imam Abil-Hassan, ulama fikh, vol. 2, p. 195
Imam Shafi’i (150-205 H./767-820 CE)
Imam Shafi’i : “Saya bersama orang sufi dan aku menerima 3 ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara.
2. Mereka mengajariku bagaimana meperlakukan orang dengan kasih dan hati lembut.
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf
[Kashf al-Khafa and Muzid al-Albas, Imam 'Ajluni, vol. 1, p. 341.]
Dalam Diwan (puisi) Imam Syafii, nomor 108 :
“Jadilah ahli fiqih dan sufi Jangan menjadi salah satunya Demi Allah Aku menasehatimu”.
Imam Ahmad bin Hanbal (164-241 H./780-855 CE)
Imam Ahmad (r) : “Ya walladee ‘alayka bi-jallassati ha’ula’i as-Sufiyya. Fa innahum zaadu ‘alayna bikathuratil ‘ilmi wal murqaba wal khashiyyata waz-zuhda wa ‘uluwal himmat (Anakku jika kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka tetap mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka orang-orang zuhud dan mereka memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi,” –Tanwir al-Qulub, p. 405, Shaikh Amin al-Kurdi) Imam Ahmad (r) tentang Sufi:”Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” ( Ghiza al-Albab, vol. 1, p. 120)
Imam Haris Al-Muhasibi (d. 243 H./857 CE)
Imam Haris Al-Muhasibi meriwayatkan dari Rasul, “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang akan menjadi kelompok yang selamat” . Dan Allah yang lebih mengetahui bahwa itu adalah Golongan orang tasawuf. Dia menjelaskan dengan mendalam dalam Kitab al-Wasiya p. 27-32.
Imam al-Qushayri (d. 465 H./1072 CE)
Imam al-Qushayri tentang Tasauf: “Allah membuat golongan ini yang terbaik dari wali-wali-Nya dan Dia mengangkat mereka di atas seluruh hamba-hamba-Nya sesudah para Rasul dan Nabi, dan Dia memberi hati mereka rahasia Kehadiran Ilahi-Nya dan Dia memilih mereka diantara umat-Nya yang menerima cahaya-Nya. Mereka adalah sarana kemanusiaan, Mereka menyucikan diri dari segala hubungan dengan dunia dan Dia mengangkat mereka ke kedudukan tertinggi dalam penampakan (kasyf). Dan Dia membuka kepada mereka Kenyataan akan Keesaan-Nya. Dia membuat mereka untuk melihat kehendak-Nya mengendalikan diri mereka. Dia membuat mereka bersinar dalam wujud-Nya dan menampakkan mereka sebagai cahaya dan cahaya-Nya .” [ar-Risalat al-Qushayriyya, p. 2]
Imam Ghazali (450-505 H./1058-1111 CE)
Imam Ghazali, hujjatul-Islam, tentang tasawuf : “Saya tahu dengan benar bahwa para Sufi adalah para pencari jalan Allah, dan bahwa mereka melakukan yang terbaik, dan jalan mereka adalah jalan terbaik, dan akhlak mereka paling suci. Mereka membersihkan hati mereka dari selain Allah dan mereka menjadikan mereka sebagai jalan bagi sungai untuk mengalirnya kehadiran Ilahi [al-Munqidh min ad-dalal, p. 131].
Imam Nawawi (620-676 H./1223-1278 CE)
Dalam suratnya al-Maqasid : “Ciri jalan sufi ada 5 : menjaga kehadiran Allah dalam hati pada waktu ramai dan sendiri mengikuti Sunah Rasul dengan perbuatan dan kata menghindari ketergantungan kepada orang lain bersyukur pada pemberian Allah meski sedikit selalu merujuk masalah kepada Allah swt [Maqasid at-Tawhid, p. 20]
Imam Fakhr ad-Din ar-Razi (544-606 H./1149-1209 CE)
Imam Fakhr ad-Din ar-Razi : “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan diri mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri mereka agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah, pada seluruh tindakan dan perilaku” .” [Ictiqadat Furaq al-Musliman, p. 72, 73]
Ibn Khaldun (733-808 H./1332-1406 CE)
Ibn Khaldun : “Jalan sufi adalah jalan salaf, ulama-ulama di antara Sahabat, Tabi’een, and Tabi’ at-Tabi’een. Asalnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan dan kesenangan dunia” [Muqaddimat ibn Khaldan, p. 328]
Tajuddin as-Subki
Mu’eed an-Na’eem, p. 190, dalam tasauf: “Semoga Allah memuji mereka dan memberi salam kepada mereka dan menjadikan kita bersama mereka di dalam sorga. Banyak hal yang telah dikatakan tentang mereka dan terlalu banyak orang-orang bodoh yang mengatakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan mereka. Dan yang benar adalah bahwa mereka meninggalkan dunia dan menyibukkan diri dengan ibadah” Dia berkata: “Mereka dalah manusia-manusia yang dekat dengan Allah yang doa dan shalatnya diterima Allah, dan melalui mereka Allah membantu manusia.
Jalaluddin as-Suyuti
Dalam Ta’yad al-haqiqat al-’Aliyya, p. 57: “tasauf dalam diri mereka adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Dia menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi dan meninggalkan bid’ah”
Ibn Taimiya (661-728 H./1263-1328 CE)
Majmu Fatawa Ibn Taymiyya, Dar ar-Rahmat, Cairo, Vol, 11, page 497, Kitab Tasawwuf: “Kamu harus tahu bahwa syaikh-syaikh terbimbing harus diambil sebagai petunjuk dan contoh dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Tariqat para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia ke Kehadiran Allah dan ketaatan kepada Nabi.” Juga dalam hal 499: “Para syaikh dimana kita perlu mengambil sebagai pembimbing adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita dalam Haji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita. Di antara para syaikh yang dia sebut adalah: Ibrahim ibn Adham, Macruf al-Karkhi, Hasan al-Basri, Rabia al-Adawiyya, Junaid ibn Muhammad, Shaikh Abdul Qadir Jilani, Shaikh Ahmad ar-Rafa’i, and Shaikh Bayazid al- Bistami. Ibn Taymiyya mengutip Bayazid al-Bistami pada 510, Volume 10: “…Syaikh besar, Bayazid al-Bistami, dan kisah yang terkenal ketika dia menyaksikan Tuhan dalam kasyf dan dia berkata kepada Dia:” Ya Allah, bagaimana jalan menuju Engkau?”. Dan Allah menjawab: “Tinggalkan dirimu dan datanglah kepada-Ku”. Ibn Taymiah melanjutakan kutipan Bayazid al-Bistami, ” Saya keluar dari diriku seperti seekor ular keluar dari kulitnya”. Implisit dari kutipan ini adalah sebuah indikasi tentang perlunya zuhd (pengingkaran-diri atau pengingkaran terhadap kehidupan dunia), seperti jalan yang diikuti Bayazid al-Bistami. Kita melihat dari kutipan di atas bahwa Ibn Taymiah menerima banyak Syaikh dengan mengutipnya dan meminta orang untuk mengikuti bimbingannya untuk menunjukkan cara menaati Allah dan Rasul Saw.
Apa kata Ibn Taymiah tentang istilah tasawuf
Berikut adalah pendapat Ibn Taimiah tentang definisi Tasauf dari strained, Whether you are gold or gold-plated copper.” Sanai. Following is what Ibn Taymiyya said about the definition of Tasawwuf, from Volume 11, At-Tasawwuf, of Majmu’a Fatawa Ibn Taymiyya al-Kubra, Dar ar-Rahmah, Cairo: “Alhamdulillah, penggunaan kata tasauf telah didiskusikan secara mendalam. Ini adalah istilah yang diberikan kepada hal yang berhubungan dengan cabang ilmu (tazkiyat an-nafs and Ihsan).” “Tasauf adalah ilmu tentang kenyataan dan keadaan dari pengalaman. Sufi adalah orang yang menyucikan dirinya dari segala sesuatu yang menjauhkan dari mengingat Allah dan orang yang mengisi dirinya dengan ilmu hati dan ilmu pikiran di mana harga emas dan batu adalah sama saja baginya. Tasauf menjaga makna-makna yang tinggi dan meninggalkan mencari ketenaran dan egoisme untuk meraih keadaan yang penuh dengan Kebenaran. Manusia terbaik sesudah Nabi adalah Shidiqin, sebagaimana disebutkan Allah: “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu: Nabi, para shiddiqqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. 4:69)” Dia melanjutkan mengenai Sufi,”mereka berusaha untuk menaati Allah.. Sehingga dari mereka kamu akan mendapati mereka merupakan yang terdepan (sabiqunas-sabiqun) karena usaha mereka. Dan sebagian dari merupakan golongan kanan (ashabus-syimal).”
Imam Ibn Qayyim (d. 751 H./1350 CE)
Imam Ibn Qayyim menyatakan bahwa, “Kita menyasikan kebesaran orang-orang tasawuf dalam pandangan salaf bagaimana yang telah disebut oleh Sufyan ath-Tsawri (d. 161 H./777 CE). Salah satu imam terbesar abad kedua dan salah satu mujtahid terkemuka, dia berkata: “Jika tidak karena Abu Hisham as-Sufi (d. 115 H./733 CE) saya tidak pernah mengenal bentuk munafik yang kecil (riya’) dalam diri (Manazil as-Sa’ireen) Lanjut Ibn Qayyim:”Diantara orang terbaik adalah Sufi yang mempelajari fiqh” ‘
Abdullah ibn Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab (1115-1201 H./1703-1787 CE)
Dari Mu ammad Man ar Nu’mani’s book (p. 85), Ad- ia’at al-Mukaththafa Didd ash-Shaikh Mu ammad ibn c’Abdul Wahhab: “Shaikh ‘Abdullah, anak shaikh Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab, mengatakan mengenai Tasawwuf: ‘Anakku dan saya tidak pernah menolak atau mengkritik ilmu tasauf, tetapi sebaliknya kami mendukungnya karena ia menyucikan baik lahir maupun batin dari dosa tersembunyi yang berhubungan dengan hati dan bentuk batin. Meskipun seseorang mungkin secara lahir benar, secara batin mungkin salah; dan untuk memperbaikinya tasauf diperlukan.” Dalam volume 5 dari Muhammad ibn ‘Abdul Wahhab entitled ar-Rasa’il ash-Shakhsiyya, hal 11, serta hal. 12, 61, and 64 dia menyatakan: “Saya tidak pernah menuduh kafir Ibn ‘Arabi atau Ibn al-Farid karena interpretasi sufinya”
Ibn ‘Abidin
Ulama besar, Ibn ‘Abidin dalam Rasa’il Ibn Abidin (p. 172-173) menyatakan: ” Para pencari jalan ini tidak mendengar kecuali Kehadiran Ilahi dan mereka tidak mencintai selain Dia. Jika mereka mengingat Dia mereka menangis. Jika mereka memikirkan Dia mereka bahagia. Jika mereka menemukan Dia mereka sadar. Jika mereka melihat Dia mereka akan tenang. Jika mereka berjalan dalan Kehadiran Ilahi, mereka menjadi lembut. Mereka mabuk dengan Rahmat-Nya. Semoga Allah merahmati mereka”. [Majallat al-Muslim, 6th ed., 1378 H, p. 24].
Shaikh Rashid Rida
Dia berkata,”tasawuf adalah salah satu pilar dari pilar-pilar agama. Tujuannya adalah untuk membersihkan diri dan mempertanggungjawabkan perilaku sehari-hari dan untuk menaikan manusia menuju maqam spiritual yang tinggi” [Majallat al-Manar, 1st year, p. 726].
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi
Maulana Abul Hasan ‘Ali an-Nadwi anggota the Islamic-Arabic Society of India and Muslim countries. Dalam, Muslims in India, , p. 140-146, “Para sufi ini memberi inisiasi (baiat) pada manusia ke dalam keesaan Allah dan keikhlasan dalam mengikuti Sunah Nabi dan dalam menyesali kesalahan dan dalam menghindari setiap ma’siat kepada Allah SWT. Petunjuk mereka merangsang orang-orang untuk berpindah ke jalan kecintaan penuh kepada Allah” “Di Calcutta, India, lebih dari 1000 orang mengambil inisiasi (baiat) ke dalam Tasauf” “Kita bersyukur atas pengaruh orang-orang sufi, ribuan dan ratusan ribu orang di India menemukan Tuham merka dan meraih kondisi kesempurnaan melalui Islam”
Abul ‘Ala Mawdudi
Dalam Mabadi’ al-Islam (p. 17), “Tasauf adalah kenyataan yang tandanya adalah cinta kepada Allah dan Rasul saw, di mana sesorang meniadakan diri mereka karena tujuan mereka (Cinta), dan seseorang meniadakan dari segala sesuatu selain cinta Allah dan Rasul” “Tasauf mencari ketulusan hati, menyucikan niat dan kebenaran untuk taat dalam seluruh perbuatannya.” Ringkasnya, tasauf, dahulu maupun sekarang, adalah sarana efektif untuk menyebarkan kebenaran Islam, memperluas ilmu dan pemahaman spiritual, dan meningkatkan kebahagian dan kedamaian. Dengan itu manusia dapat menemukan diri sendir dan, dengan demikian, menemukan Tuhannya. Dengan itu manusia dapat meningkatkan, merubah dan menaikan diri sendiri dan mendapatkan keselamatan dari kebodohan dunia dan dari godaan keindahan materi. Dan Allah yang lebih mengetahui niat hamba-hamba-Nya.
WASALLAM
Wallahu’alam
Maaf saya belum ahli seperti para ulama, tapi mohon direnungkan.
sadarkah anda, anda bisa seperti sekarang ini karena siapa?
sadarkah anda, anda bisa hidup, bernafas dan nyata didunia ini karena siapa?
sadarkah anda, tiap2 molekul yg ada pada tubuh anda bertasbih untuk siapa?
So …. orang yang sadar akan hal tsb diatas, dan berserah diri, pasrah karena kita hidup untuk-Nya ….
dan berusaha mendekatkan diri dengan mensucikan diri, mendalami ilmu agama & berserah diri pada-Nya ….
koq dibilang sesat? bid’ah? …. dan mendo’akan supaya diberi hidayah?
sungguh naif sekali!
Andalah yang perlu dido’akan supaya diberi hidayah, dan INGAT!! itupun kalau ALLAH menghendaki-Nya!!!
1 lagi …. para nabi & rasul bertugas untuk menyampaikan kepada manusia agar tidak sesat dari jalan ALLAH.
Jadi hati-hatilah …. cinta rasul tidak dilarang, tapi jangan melebihi cinta kita pada pencipta rasul itu, yakni ALLAH !!! Yang Maha Segalanya!!!
Maafkan hamba-Mu ini ya ALLAH …. Engkaulah Maha Pengampun Lagi Maha Bijaksana ….
nafs ku hilang dalam warnaMU, ENGKAU hunjamkan panah cinta ke semua makhlukMU, tak perduli mereka memfintah atau menuduhMU, senyum KasihMU menebar jagat raya.
kuseret tertatih “keinginanku” untuk mencium wangiMU.
ijinkan hamba untuk mendekat kepadaMU.
jangan palingkan aku dari selainMU.
sebelum menuduh orang lain sesat, memang anda siapa? berhak menghakimi orang ?
Islam itu Rahmatan lil Alamin bukan milik anda saja..
soal siapa yg sesat itu hak ALLAH saja, selama tidak menyimpang Quran dan Hadist itulah Islam, percuma sholat tapi hati tidak bersih, Nabi aja santai sama orang kafir selama tidak mengganggu, kok anda yg mengaku Muslim malah menuduh sesama Muslim sesat, Otak boleh pinter tapi hati juga harus dididik,
karena hati itulah kuncinya bukan otak.
Alloh dan rosulnya sudah jelas melarang kita untuk menyatakan/mengatakan KAFIR kpda sesama umat islam….
Sebelum membahas tentang hakikat tasawwuf yang sebenarnya, kami ingin mengingatkan kembali bahwa penilaian benar atau tidaknya suatu pemahaman bukan hanya dilihat dari pengakuan lisan atau penampilan lahir semata. Barometer sesuai tidaknya pemahaman tersebut, ialah menakarnya dengan Al-Qurn dan Sunnah menurut yang dipahami oleh Salafush-Shalih.
Imam al-Barbahri rahimahullh mengikrarkan prinsip ini dalam kitabnya, Syarh as-Sunnah dengan ucapan beliau:
Perhatikan dan cermatilah semoga Allh Ta’ala merahmatimu semua orang yang menyampaikan satu ucapan/pemahaman di hadapanmu, maka jangan sekali-kali engkau terburu-buru untuk membenarkan dan mengikuti ucapan/pemahaman tersebut, sampai engkau tanyakan dan meneliti kembali, apakah ucapan/pemahaman tersebut pernah disampaikan oleh para sahabat Rasulullah radhiyallhu’anhum atau pernah disampaikan oleh ulama Ahlus-Sunnah? Kalau engkau mendapatkan ucapan/pemahaman tersebut sesuai dengan pemahaman mereka, (maka) berpegang teguhlah engkau dengan ucapan/pemahaman tersebut, dan janganlah (sekali-kali) engkau meninggalkannya dan memilih pemahaman lain, sehingga (akibatnya) engkau akan terjerumus ke dalam neraka!
Setelah prinsip di atas jelas, sekarang kami akan membahas tentang hakikat tasawwuf, agar kita bisa melihat dan menilai dengan jelas benar atau tidaknya ajaran tasawwuf ini.
Tasawwuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal pada zaman para sahabat radhiyallhu’anhum, bahkan tidak dikenal pada zaman tiga generasi yang utama (generasi Sahabat, Tbiin dan Tabiit Tbiin). Ajaran ini baru muncul sesudah masa tiga generasi ini.
Pertama kali muncul di kota Bashrah, Irak, yang dimulai dengan timbulnya sikap berlebih-lebihan dalam zuhud dan ibadah yang tidak terdapat di kota-kota (Islam) lainnya.
Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullh berkata dalam kitab at-Tashawwuf, al-Mansya wa al-Mashdar (hlm. 28):
Ketika kita mengamati lebih dalam ajaran-ajaran tasawwuf klasik maupun modern, dan ucapan-ucapan mereka yang dinukil dan diriwayatkan dalam kitab-kitab tasawwuf yang dulu maupun sekarang, kita akan melihat suatu perbedaan yang sangat jelas antara ajaran tersebut dengan ajaran Al-Qur`n dan Sunnah. Dan sama sekali, tidak pernah kita dapati bibit dan cikal bakal ajaran tasawwuf ini dalam perjalanan sejarah Nabi Muhammad Shallallhu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabat beliau radhiyallhu’anhum yang mulia, orang-orang yang terbaik dan pilihan dari hamba-hamba Allh Ta’ala. Justru sebaliknya, kita dapati ajaran tasawwuf ini diambil dan dipungut dari kependetaan model Nashrani, dari kebrahmanaan model agama Hindu, peribadatan model Yahudi, dan zuhud model agama Budha.[4]
Dari keterangan yang kami nukilkan di atas, jelaslah bahwa tasawwuf adalah ajaran yang menyusup ke dalam Islam. Hal ini nampak jelas pada amalan-amalan yang dilakukan oleh orang-orang ahli tasawwuf, amalan-amalan ibadah yang asing dan jauh dari petunjuk Islam.
YANG MENYIMPANG DARI PETUNJUK AL-QURN DAN SUNNAH[5]
Orang-orang ahli tashawwuf khususnya yang ada pada zaman sekarang mempunyai prinsip dasar dan metode khusus dalam memahami dan menjalankan agama ini, yang sangat bertentangan dengan prinsip dan metode Ahlus-Sunnah wal-Jamaah, dan menyimpang sangat jauh dari Al- Qurn dan Sunnah, yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Mereka membatasi ibadah hanya pada aspek al-mahabbah (kecintaan) saja dengan mengenyampingkan aspek-aspek lainnya, seperti aspek al-khauf (rasa takut) dan arraja (pengharapan), sebagaimana terlihat dalam ucapan beberapa orang ahli tashawwuf:
Aku beribadah kepada Allh Ta’ala, bukan karena aku mengharapkan masuk surga, dan juga bukan karena takut masuk neraka. (!?)
Memang benar, aspek al-mahabbah merupakan landasan ibadah. Akan tetapi, ibadah itu tidak hanya terbatas pada aspek al-mahabbah saja, seperti persepsi orang-orang ahli tashawwuf. Karena, ibadah itu memiliki banyak jenis dan aspek yang melandasinya selain aspek al-mahabbah, misalnya aspek al-khauf, ar-raja, adz-dzull (penghinaan diri), al-khudh (ketundukkan), doa, dan aspek-aspek lainnya.
Salah seorang ulama Salaf berkata:
Barang siapa yang beribadah kepada Allh Ta’ala dengan kecintaan semata, maka dia adalah seorang zindiq (kafir). Barang siapa yang beribadah kepada Allh Ta’ala dengan pengharapan semata, maka dia adalah seorang Murjiah. Barang siapa yang beribadah kepada Allh Ta’ala dengan ketakutan semata, maka dia adalah seorang Harriyyah (Khawarij). Dan barang siapa yang beribadah kepada Allh Ta’ala dengan kecintaan, ketakutan dan pengharapan, maka dialah seorang mukmin sejati dan muwahhid (orang yang bertauhid dengan benar).
Oleh karena itu, Allh Ta’ala memuji sifat para nabi dan rasul-Nya yang mereka senantiasa berdoa kepada-Nya dengan perasaan takut dan berharap, dan mereka adalah orang-orang yang selalu mengharapkan rahmat-Nya dan takut terhadap siksaan-Nya.[6]
Orang-orang ahli tashawwuf, umumnya, dalam menjalankan agama dan melaksanakan ibadah tidak berpedoman kepada Al-Qurn dan Sunnah, tetapi, pedoman mereka adalah bisikan jiwa dan perasaan mereka, serta ajaran yang digariskan oleh pimpinan-pimpinan mereka.
Konkretnya dalam bentuk tarikat-tarikat bidah, berbagai macam dzikir dan wirid yang mereka ciptakan sendiri. Tidak jarang pula mereka mengambil pedoman dari cerita-cerita khurafat (yang tidak jelas kebenarannya), mimpi-mimpi, bahkan hadits-hadits palsu untuk membenarkan ajaran dan keyakinan mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullh berkata:
Orang-orang ahli tashawwuf, dalam beragama dan mendekatkan diri kepada Allh Ta’ala, (mereka) berpegang teguh pada suatu pedoman seperti pedoman yang dipegang oleh orang-orang Nashrani. Yaitu ucapan-ucapan yang tidak jelas maknanya, dan cerita-cerita yang bersumber dari orang yang tidak dikenal kejujurannya. Kalaupun ternyata orang tersebut jujur, tetap saja dia bukan seorang (nabi/rasul) yang terjaga dari kesalahan. Maka (demikian pula yang dilakukan orang-orang ahli tashawwuf), mereka menjadikan para pemimpin dan guru-gurunya sebagai penentu/pembuat syariat agama bagi mereka, sebagaimana orang-orang Nashrani menjadikan para pendeta dan rahib mereka sebagai penentu/ pembuat syariat agama bagi mereka.
Termasuk doktrin ajaran tashawwuf, ialah keharusan berpegang teguh dengan dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang ditentukan dan diciptakan oleh guru-guru thariqat mereka. Hingga merasa cukup dengan produk dzikir-dzikir tersebut, beribadah dan mendekatkan diri kepada Allh Ta’ala dengan selalu membacanya.
Bahkan tidak jarang mereka mengklaim bahwa membaca dzikir-dzikir tersebut lebih utama daripada membaca Al-Qurn, dan mereka menamakannya dengan dzikirnya orang-orang khusus. Adapun zikir-zikir yang tercantum dalam Al-Qurn dan Sunnah, mereka namakan dengan dzikirnya orang-orang umum.
Kalimat thayyibah (l ilaha illallah), menurut mereka termasuk dzikirnya orang-orang umum. Adapun dzikirnya orang-orang khusus ialah melantunkan kata tunggal (????) dengan berulang-ulang. Lebih aneh lagi, mengulang-ulang kata (????/Dia), mereka sebut sebagai dzikirnya orang-orang khusus yang lebih khusus.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullh berkata:
Barang siapa yang beranggapan bahwa kalimat L ilaha Illallh adalah dzikirnya orang-orang umum, dan dzikirnya orang-orang khusus adalah kata tunggal (????), serta dzikirnya orang- orang khusus yang lebih khusus adalah kata ganti (????/Dia), maka dia adalah orang yang sesat dan menyesatkan.
Sikap ghuluw (berlebih-lebihan/ekstrim) orang-orang ahli tashawwuf terhadap orang-orang yang mereka anggap telah mencapai kedudukan wali atau terhadap guru-guru tarikat mereka. Pengertian wali dalam kamus mereka bertentangan dengan apa yang ditetapkan oleh Al–Qurn.
Wali (kekasih) Allh Ta’ala adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Allh Ta’ala). Dan merupakan kewajiban kita untuk mencintai, menghormati dan meneladani mereka. Perlu ditegaskan di sini, bahwa derajat kewalian itu tidak hanya dikhususkan bagi orang- orang tertentu saja. Akan tetapi, setiap orang yang beriman dan bertakwa, maka ia adalah wali (kekasih) Allh Ta’ala.
Kedudukan sebagai wali Allh Ta’ala juga tidak menjadikan diri seseorang terpelihara dari kesalahan dan kekhilafan. Inilah makna wali dan kewalian, dan kewajiban kita terhadap mereka, menurut pemahaman Ahlus-Sunnah wal-Jamaah.
Adapun makna wali menurut kalangan ahli tashawwuf sangat berbeda dengan pemahaman Ahlus-Sunnah wal-Jamaah. Orang-orang ahli tashawwuf memiliki beberapa kriteria dan pertimbangan tertentu (yang bertentangan dengan petunjuk Al-Qur`n dan Sunnah) dalam masalah ini. Mereka menobatkan derajat kewalian hanya kepada orang-orang tertentu saja tanpa dilandasi dengan dalil syariat yang menunjukkan kewalian orang-orang tersebut.
Bahkan, tidak jarang, mereka menobatkan derajat kewalian kepada orang yang tidak dikenal keimanan dan ketakwaannya, atau kepada orang yang dikenal mempunyai penyimpangan dalam keimanan. Seperti orang yang melakukan praktek perdukunan, sihir dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allh Ta’ala, melakukan hal-hal yang aneh-aneh atau di luar kebiasaan.
Kita dapat menjumpai mayoritas orang-orang ahli tashawwuf menobatkan seseorang sebagai wali hanya dikarenakan orang tersebut mampu menyingkap tabir dalam suatu masalah, atau orang tersebut melakukan sesuatu yang di luar kemampuan manusia. Seperti terbang di udara menuju ke Makkah atau tempat-tempat lainnya.
Terkadang berjalan di atas air, ketika ada orang yang meminta pertolongan kepadanya dari tempat yang jauh atau setelah dia mati, maka orang itu melihatnya datang dan menyelesaikan keperluannya, memberitahukan tempat barang-barang yang dicuri, memberitakan halhal yang ghaib (tidak nampak), dan lain-lain. Padahal, kemampuan melakukan hal-hal ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa pelakunya adalah wali Allh Ta’ala.
Kaum mukminin telah sepakat dan sependapat mengatakan, jika ada orang yang mampu terbang di udara atau berjalan di atas air, maka kita tidak boleh terpedaya dengan penampilan tersebut sampai kita melihat, apakah perbuatannya sesuai dengan Sunnah Raslullh Shallallhu ‘Alaihi Wasallam? Apakah orang tersebut selalu mentaati perintah beliau Shallallhu ‘Alaihi Wasallam dan menjauhi larangannya?
Karena hal-hal yang di luar kemampuan manusia ini bisa dilakukan oleh banyak orang kafir, musyrik, ahli kitab, ataupun orang munafik. Bisa juga dilakukan oleh para pelaku bidah dengan bantuan setan/jin.
Oleh karena itu, setiap orang yang mampu melakukan hal-hal di atas, sama sekali, tidak boleh dianggap sebagai wali Allh.[7]
Kesesatan orang-orang ahli tashawwuf tidak sampai di sini saja. Sebab, sikap mereka yang berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan orang-orang yang mereka anggap sebagai wali, sampai-sampai mereka menganggap para wali tersebut memiliki sifat-sifat ketuhanan, seperti mengetahui hal-hal yang ghaib. Pada gilirannya, menjerumuskan mereka ke dalam perbuatan syirik dengan menjadikan para wali tersebut sebagai sesembahan selain Allh Ta’ala.
Termasuk doktrin ajaran tashawwuf yang sesat adalah mendekatkan diri kepada Allh Ta’ala dengan nyanyian, tarian, tabuhan rebana dan bertepuk tangan. Semua ini mereka anggap sebagai amalan ibadah kepada Allh Ta’ala (?!).
Dr. Shbir Thuaimah berkata dalam kitab ash- Shfiyyah, Mutaqadan wa Maslakan:
Saat ini, tarian shufi modern telah dipraktekkan oleh mayoritas tarikat Shufiyyah dalam pesta-pesta perayaan ulang tahun beberapa tokoh mereka. Para pengikut thariqat berkumpul untuk mendengarkan nada-nada musik, yang terkadang didendangkan oleh lebih dari dua ratus pemain musik pria dan wanita. Sedangkan para murid senior, dalam pesta ini duduk sambil mengisap berbagai jenis rokok, dan para tokoh senior beserta para pengikutnya membacakan beberapa kisah khurafat (bohong) yang terjadi pada sang tokoh yang telah meninggal dunia.
Juga termasuk doktrin ajaran tashawwuf yang sesat, yaitu apa yang mereka namakan sebagai suatu keadaan/tingkatan, yang jika seseorang telah mencapainya, maka ia akan bebas dari kewajiban melaksanakan syariat Islam. Keyakinan ini muncul sebagai hasil dari perkembangan ajaran tashawwuf. Karena asal mula ajaran tashawwuf ialah melatih jiwa dan menundukkan watak dengan berupaya memalingkannya dari akhlak-akhlak yang jelek, dan membawanya pada akhlak-akhlak yang baik, seperti sifat zuhud, tenang, sabar, ikhlas dan jujur, menurut klaim mereka.
Tidak diragukan lagi menurut pandangan orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang beriman bahwa ucapan ini termasuk kekufuran yang paling besar. Bahkan ucapan ini lebih buruk dari pada ucapan orang-orang Yahudi dan Nashrani. Karena orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka mengimani sebagian (isi) kitab suci mereka dan mengingkari sebagian lainnya. Dan mereka itulah orang-orang kafir yang sebenarnya. Mereka juga membenarkan perintah dan larangan Allh Ta’ala, meyakini janji dan ancaman-Nya.
Kesimpulannya, orang-orang Yahudi dan Nashrani yang berpegang pada ajaran agama mereka yang telah dihapus (dengan datangnya agama Islam) dan telah mengalami perubahan dan rekayasa, mereka ini lebih baik (keadaannya) dibandingkan orang-orang yang menyangka bahwa mereka telah bebas dari kewajiban melaksanakan perintah Allh Ta’ala secara keseluruhan. Karena dengan keyakinan tersebut, berarti mereka telah keluar dari ajaran semua kitab suci, semua syariat dan semua agama.
Mereka sama sekali tidak berpegang kepada perintah dan larangan Allh Ta’ala. Bahkan mereka lebih buruk dari orang-orang musyrik yang masih berpegang kepada sebagian dari ajaran agama yang terdahulu, seperti orang-orang musyrik bangsa Arab yang masih berpegang dengan sebagian dari ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Untuk membenarkan keyakinan tersebut, di antara mereka ada yang berargumentasi dengan firman Allh Ta’ala berikut ini:
Beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (kematian).
(Qs. al-Hijr/15 : 99)
Kata mereka :
Makna ayat di atas ialah, sembahlah Rabb-mu sampai kamu (mencapai tingkatan) ilmu dan marifat, dan jika kamu telah mencapainya maka gugurlah (kewajiban melaksanakan) ibadah atas dirimu .
Padahal pada hakikatnya, ayat ini justru menyanggah anggapan pandangan mereka.
Dikatakan oleh Hasan al-Bashri rahimahullh:
Sesungguhnya Allh Ta’ala tidak menjadikan bagi amalan orang-orang yang beriman batas akhir kecuali kematian,
Kemudian Hasan al-Bashri rahimahullh membaca ayat di atas.
Jadi, ayat di atas sangat jelas menunjukkan kewajiban setiap orang untuk selalu beribadah sejak dia mencapai usia dewasa dan berakal, sampai ketika kematian datang menjemputnya. Dalam ajaran Islam, sama sekali tidak ada yang dinamakan dengan tingkatan/keadaan, yang jika seseorang telah mencapainya maka gugurlah kewajiban beribadah atasnya, sebagaimana persangkaan orang-orang ahli tashawwuf.
Setelah pembahasan di atas, maka jelaslah bagi kita bahwa ajaran tashawwuf merupakan ajaran sesat yang menyimpang, sangat jauh dari petunjuk Al-Qurn dan Sunnah. Dengan mengamalkan ajaran ini naudzu billah min dzalik seseorang bukannya semakin dekat dengan Allh Ta’ala, tetapi justru semakin jauh dari-Nya. Dan hatinya, bukan semakin bersih, akan tetapi malah semakin kotor dan penuh noda.
Kemudian, jika muncul pertanyaan:
Kalau begitu, bagaimana usaha yang harus kita lakukan untuk mensucikan jiwa dan hati kita?
Maka jawabannya, sangat sederhana, yaitu pelajari dan amalkan syariat Islam ini lahir dan batin; dengan itulah jiwa dan hati kita akan bersih.[8] Karena di antara tugas utama yang dibawa para rasul ialah mensucikan jiwa dan hati manusia dengan mengajarkan kepada mereka syariat Allh Ta’ala.
Allh Ta’ala berfirman, yang artinya:
Sungguh Allh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
ketika Allh mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allh,
membersihkan (jiwa) mereka,
dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah).
Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(Qs. Ali Imrn/3 ayat 164)
Maka, orang yang paling banyak memahami dan mengamalkan petunjuk Al-Quran dan Sunnah dengan baik dan benar, maka dialah yang paling bersih, suci hati dan jiwanya. Dan dialah yang paling bertakwa kepada Allh Ta’ala. Karena semua orang berilmu sepakat mengatakan, bahwa penghalang utama yang menghalangi seorang manusia dekat dengan Allh Ta’ala ialah (kekotoran) jiwanya.[9]
Islam —> ilmunya Fiqih
Ihsan —> ilmunya Tasawuf
Lucu sekali anda, orang ingin dekat dengan ALLAH seperti dalam surat Al-Imron ayat 190, koq dibilang sesat, bid’ah ….
hmmmm …. patut dipertanyakan keislaman anda !!! Nabi & Rasul menginginkan umatnya demikian, malah anda yg bilang sesat ….. Sebenarnya siapa sih yg anda sembah? Janganlah kedudukan yg Sunnah anda ubah menjadi Wajib, sedangkan yg Wajib anda ubah menjadi Sunnah, sekarang ini itulah anda !!!!! Nauzubillah ………
Maafkan hambaMu ini Ya ALLAH …..
ALLAH TIDAK MELIHAT GOLONGAN,CARA IBADAHMU ATAU BANYAKNYA AMALMU TAPI ALLAH MELIHAT HAAATIMU. AGAMA DIPELAJARI BUKAN UNTUK HAPAL HADIS ATAU DALIL TP SEMUA ITU PERLU DIPELAJARI TP BELAJAR AGAMA UNTUK DANDANI HATIMUU DAN HATI KITA..ENNGGEH MAS..MAAFKAN KLAU ADA SALAH
jgn pernah merasa benar,jika ingin tahu bgmn rasanya kopi maka cobalah minum kopi,kalo hal ini terus diperdebatkan dimana letak islam pada diri kita….
Bagaimana kita bisa katakan kasih dan sayang kepada Allah yang tidak tampak/ghaib sedangkan sesama ciptaanNya saja yg jelas tampak kita tidak kasih dan sayang…..
” Fii anfusikum afalaa ubsiruun “yang ada pada dirimu kenapa tidak kamu perhatikan…….
satu hal yg ingin saya pesan kepada kita semua : Allah swt tidak akan dapat dijumpai dgn amal zikir ataupun ibadah lainnya tp dengan kasih sayang lah Allah akan dapat kita jumpai……..
Wassalam……….
DUA2NYA BERTUJUAN SAMA KESELAMATAN DUAI AKHIRAT. YANG SYARIAT AMALAN LAHIR AKAN TERLIHAT DAN TERUKUR PASTI DENGAN HUKUM SYARIAT, YANG TASAWUF TIDAK SERTA MERTA KASAT MATA. DUA2NYA BISA TERJADI PENYIMPANGAN, YANG TASAWUF SAJA: POKOKNYA BERIMAN/HATI BERSIH TETAPI TIDAK SHOLAT MISALNYA, SEDANGKAN YG SYARIAT SAJA YANG PENTING SUDAH SHOLAT TDK PERDULI MAKSIAT DAN MENYAKITKAN HATI ORG LAIN JUGA JALAN TERUS.
DUA2NYA BERTUJUAN SAMA KESELAMATAN DUNIA AKHIRAT. YANG SYARIAT AMALAN LAHIR AKAN TERLIHAT DAN TERUKUR PASTI DENGAN HUKUM SYARIAT, YANG TASAWUF TIDAK SERTA MERTA KASAT MATA. DUA2NYA BISA TERJADI PENYIMPANGAN, YANG TASAWUF SAJA: POKOKNYA BERIMAN/HATI BERSIH TETAPI TIDAK SHOLAT MISALNYA, SEDANGKAN YG SYARIAT SAJA YANG PENTING SUDAH SHOLAT TDK PERDULI MAKSIAT DAN MENYAKITKAN HATI ORG LAIN JUGA JALAN TERUS.
Bagi yang berpegang pada mahdzab Syafi’i kalian tahu pasti apa maksud saya….
Untuk soal kepastian kebenaran Ilmu yang diamalkan, baik fiqih maupun tasawwuf, mengapa semua tak merujuk pada Mahdzab awal disebarkannya Islam diIndonesia ataupun pada ulama-ulama Hadramaut yang jelas-jelas punya sejarah penyebaran Islam di Nusantara sejak awal…
Pelajarilah sejarah jikalau perlu untuk mencari kebenaran…
Bagi yang masih mencari mursyidnya…. kalau Allah masih belum mengizinkan maka Hidayah pun belum kan datang padamu, setiap-tiap dari kalian memiliki Mursyidnya masing-masing
Bagi yang menggunakan kalimat Lakum dinukum waliyadin, tolong dipahami fungsi dan cara bagaimana penggunaan kalimat tersebut, disaat kapankah kalimat tersebut diperlukan dan siapakah yang berhak menggunakannya dan terhadap siapakah engkau menggunakan kalimat tersebut….
Bagi yang suka berbicara seenaknya yang bisa menyakiti sesama muslim, tolong jangan permalukan diri kalian sendiri….
Mereka tidak pernah menghujat Ahlul Sunnan, tidak pernah menghujat siapapun. mereka tidak merasa pintar maka mereka diam, karna mereka membersihkan hati dari riya.( tidak pamer dalam ibadah dan penampilan ) jika yang lain merasa lebih beriman dan lebih ber ilmu, meraka tidak iri, apa lagi mencaci maki, jangankan untuk membenci sesama muslim bahkan membenci yang lainnya pun mereka tak semapat, karna tak ada ruang dalam hati mereka untuk semua itu, selain Allah. ( Saya bukanlah seorang sufi dan tidak pula padai Ilmu fiqih dll, yang saya ketahu adalah AhlulSunnah dan sufi adalah orang-orang yang baik )
Fiqih mengatur perbuatan,sedang ma’rifat itu mengatur perasaan………..
bagaimana amalmu akan sampai apa bila tidak engkau kenal siapa yg engkau sembah dan siapa yg menyembah……..
mohon ampun kl ada salah kalimat..
wassalam…..
Coba melihat semua coment
Yang belum tau dengan benar sebaiknyajangan buru2 menuduh
Yang uda tau hati2 klo bicara, bisa jadi itu ujian buat yang “merasa tahu”
“Merasa benar” sedang yang Haq cuma ????????? semata
Benar kata pepatah
“Kalo belum pernah makan kurma bagaimana kamu bisa tau manisnya kurma”
Yang belum pernah makan ga akan pernah tau rasanya
Dijelaskan seperti apapun tetap tak akan tau
Kecuali ia memakannya
Buat yang meyakini, jalani sepenuhnya jangan takut meski harus tinggal di neraka
Buat yang ragu/tak percaya , buang jauh jauh pengetahuan ini
Dan jangan mampir ksini, karena hanya akan jadi racun buat semua.
Terus beribadah sesuai kemampuan dan keyakinannya. Jangan saling bermusuhan, karena kemampuan orang berbeda beda.
Anggaplah kami ini bodoh tidak sepintar kalian. Jadi tak perlu menghina.
Sesungguhnya ????????? Maha Pengasih lagi Penyayang bagi hambanya yang bodoh dan hina.
1. Kulit/Serabut = Syari’at (sembah raga)
2. Kulit Batok = Tarekat/Thoriqoh (sembah cipta)
3. Daging kelapa = Hakikat (sembah jiwa)
4. Air kelapa = Ma’rifat (sembah rasa)
yang kesemuanya itu ada dalam ajaran tasawuf, tergantung kita sebagai manusia apakah kita beribadah sudah benar2 bulat total…melibatkan hati/qolbu yang bersih atau ditingkatan mana seperti diatas tadi yang disebutkan atau sebagai barometer bahwa kita masih ditingkat berapa ???, karena ajaran tasawuf menekankan qolbu/hati/jiwa yang bersih untuk beribadah kepada Alloh,,,sekian wassalam.
dari keempat macam/tingkatan itu…harus berurutan tdk boleh dipilih-pilih dan tentunya berlandaskan Al Qur’an & Hadits,,, kita bisa membayangkan semakin kedalam kita masuk akan semakin nikmat, gurih buahnya dan segar meminum air buah kelapa tadi…
Beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (kematian).
(Qs. al-Hijr/15 : 99)
Kata mereka :
Makna ayat di atas ialah, sembahlah Rabb-mu sampai kamu (mencapai tingkatan) ilmu dan marifat, dan jika kamu telah mencapainya maka gugurlah (kewajiban melaksanakan) ibadah atas dirimu .
Padahal pada hakikatnya, ayat ini justru menyanggah anggapan pandangan mereka.
apabila memang anda punya niat yang tulus untuk menemukan mursyid sy bisa kasih tahu dimana dan keputusannya ada pada anda, pernah dengar tarekat Naqsyabandiyah khalidiyah ?? silahkan
wasalam
wasalam
renungan : manusia yg lemah ini bs apa dihadapan Alloh swt apabila Alloh sudah menghentikan nafas kita, maka bersyukurlah disetiap tarikan dan hembusan nafas kita dengan menyebut Asma Alloh, itu sbagian pelajaran tassawuf yg intinya selalu mensyukuri nikmat dg hati/qolbu yg telah digembleng sehingga bisa menghilangkan Ke akuan atau egoisme yg bs menimbulkan sifat2 yg buruk : iri, dengki, dendam, sok tahu, sok pinter, sok kaya dll kalau orang jawa bilang ojo dumeh yang luas maknanya, hati orang bodoh ada dimulutnya dan mulut orang bijak ada dihatinya, semoga bisa membuka wacana yang lebih luas wassalam
buat Pak Heris Wafii Anfusikum afalaa tubshiruun
ARTIKELNYA JUGA GA DI AWALI BISSMILLAH???
KENAPA???
Hanya allah lah yg tau artinya.y
wahai saudaraq seiman seagama,aq sangat terluka,kecewa dan malu dgn sikap kalian. inikah gambaran muslim zaman skrg?? barang siapa menyakiti/merendahkan saudaranya muslim maka sm saja dia melukai/merendahkan dirinya sendiri. knp kalian berbantah bantahan dan berdebat?? keyakinanmu tak hrs dipaksakn pd umat.bolehlah kalian berbagi pengalaman spiritual tp apa pantas memaksakan keyakinan dan persepsi pd org lain? bukankah nabi mengajarkan sopan santun,tepo seliro dan lemah lembut? walaupun yg disampaikannya itu benar dan hak. ibaratnya kalian itu berdikir dg iklas, apa itu tasawuf atau bukan. kan tergantung pd pemaknaan dr diri kalian masing2.saudaraq seiman seagama.. diatas kertas kita memperdebatkan keyakinan2,pemahaman2 atau pengalaman2.akan tetapi….
diluar sana..masih banyak saudara saudara kita. sesama muslim sesama manusia.. terpuruk dalam kemiskinan,kebodohan,kezaliman dll.. knp kalian malah memperdebatkan kekuasaan allah swt?? jika kalian mengaku muslim,mengaku beriman,mengaku bertasawuf,bertarekat atau berakal pandai. bantulah saudara2mu dr jerat2 dunia,dr lumpur2 dosa… barulah kau tanamkan keyakinan yg km yakini benar. selama kalian duduk dan berdebat. banyak saudaramu tetanggamu tidak makan,terzalimi,terjerumus kenikmatan dunia dll..
masihkan kalian akan mengaku muslim???
wahai saudaraq seiman seagama..sungguh benar kata nabi muhammad saw “suatu hari umatq akan besar tp spt buih di lautan”
astagfirulloh al adzim…
akan tetapi…
kalian jangan lupa!! beribadah itu bkn untuk diri kalian sendiri.allah swt jg tidak mengukur amal perbuatan kalian tetapi hanya keridhoanNYA yg kita harapkan.
untuk Mas teguh No. 27 27 September 2011 @ 22:22
mungkin baru belajar dan hanya mengenal sedikit tentang tasawuf,
saya orang yang pernah hampir gagal, sebelum akhirnya saya menarik diri dan menyatakan diri saya belum siap, pernah mengalami pengalaman spiritual yg didalamnya sungguh banyak hal2 yang bisa menyesatkan jika tidak didasari ilmu fiqih yang kuat, banyak pengalaman spiritual yg terasa seperti benar dan dapat dibenarkan, tetapi ternyata setelah saya menengok ke dalam fiqih WOW bisa2 menjerumuskan, dan menyesatkan, seperti itulah yg pernah saya alami dan akhirnya menarik diri dengan pertimbangan fiqih saya belum mantap, dan sampai sekarang saya masih merasa belum siap.
ALhamdulillah saya masih diberi cahaya sebelum benar2 terjerumus.
tukar pendapat ok….
DEBAT NO!!!!!!!!!!!
Sungguh sebesar - besar kejahatan muslimin pada muslimin lainnya, adalah yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan atas muslimin, menjadi diharamkan atas mereka karena pertanyaannya
(Shahih Muslim hadits No.2358, dan juga teriwayatkan pada Shahih Bukhari).
Jangan bercerai berai melalui pemikiran pribadi…!!!
Pina rami banar di sini handakai nah malihat tulisan nang baik jd kawa jua di turuti…was wr wb.
Tidak lain tujuan penulis, adalah untuk membuka pikiran kita kaum muslimin agar tidak saling cela mencela antara satu golongan madzhab dengan golongan madzhab lainnya. Pembahasan mengenai semua makalah yang tercantum di website ini sama sekali tidak bermaksud hendak membuka perdebatan atau polemik, tidak lain bermaksud menyampaikan dalil-dalil yang dijadikan hujjah oleh kaum muslimin yang menjalani amalan-amalan seperti; tawassul, tabarruk, peringatan-peringatan keagamaan dan lain sebagainya.
Alasan yang sering mereka katakan bahwa semuanya ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulallah saw., atau para sahabat, dengan mengambil dalil hadits-hadits dan ayat-ayat Al Quran ?yang menurut paham mereka? bersangkutan dengan amalan-amalan tersebut. Padahal ayat-ayat ilahi dan hadits Rasulallah saw. yang mereka sebutkan tersebut ditujukan untuk orang-orang kafir dan orang-orang yang membantah, merubah dan menyalahi serta menentang perintah Allah dan Rasul-Nya.
Masalah haram atau halal suatu amalan itu, telah diterangkan dalam syariat islam dengan jelas. Bila tidak ada keterangan yang jelas untuk suatu masalah, para ulama akan menilai dan meneliti amalan itu, apakah amalan itu sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat yang telah digariskan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya.
Ulama tunanetra yang memang tidak setuju dengan kebolehan menakwil ayat-ayat mutasyabihat diatas itu langsung membantah dan mengajukan argumentasi dengan cara yang tidak sopan dan menuduh pelakuan takwil sama artinya dengan melakukan tahrif (perubahan) terhadap ayat Al-Quran. Ulama yang membolehkan takwil itu ?setelah didamprat habis-habisan? dengan tenang memberi komentar: Kalau saya tidak boleh takwil, maka anda akan buta di akhirat. Ulama tunanetra itu bertanya: Mengapa anda mengatakan demikian?. Dijawab : Bukankah dalam surat alIsra ayat 72 Allah swt berfirman: Barangsiapa buta didunia, maka di akhirat pun dia akan buta dan lebih tersesat dari jalan yang benar.
Kalau saya tidak boleh takwil, maka buta pada ayat ini pasti diartikan dengan buta mata dan tentunya nasib anda nanti akan sangat menyedihkan yakni buta diakhirat, karena didunia ini anda telah buta mata (tunanetra). Karenanya bersyukurlah dan hargai pendapat orang-orang yang membolehkan takwil sehingga kalimat buta pada ayat diatas ?menurut mereka? diartikan dengan: buta hatinya jadi bukan arti sesungguhnya yaitu buta matanya. Ulama yang tunanetra itu akhirnya diam membisu, tidak memberikan tanggapan apa-apa”.
??? ???????? ????, ????? : ????? ????? ?????? ???? ??????????????? ????? ???????? ?????? ??????????.
???????? ???????? ????????? ?????????? ?? ??????????? ?????????? ????????
??????????? ????????? ??????????? ?????????? ??????? ???????????????????? ?????????
Artinya:Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambungkanlah hubungan persaudaraan dan dirikanlah sholat ditengah malam niscaya kalian akan masuk surga dengan penuh keselamatan.
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok olok kelompok yang lain karena bisa jadi mereka yang diolok-olok itu justru lebih baik dari mereka yang mengolok-olok. Janganlah pula sekelompok wanita mengolok-olok kelompok wanita yang lain karena bisa jadi kelompok wanita yang diolok-olok justru lebih baik dari kelompok wanita yang mengolok-olok. Janganlah kalian mencela sesamamu dan janganlah pula kalian saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Sejelek-jelek sebutan sesudah beriman adalah sebutan fasiq. Karenanya siapa yang tidak bertobat (dari semua itu), maka merekalah orang-orang yang dzalim.
?????? ????? ????? ?????????? ?????? ???? ????? ????? ?? ?????? ???????? ?????????.
???????????? ?????? ?????????? ???? ??? ???????????? ?????????? ??? ????? ???????????
????? ?????????????? ???? ??????????? ????????.
???? ????? ??????? ??????????? ??? ?????:
??????? ????? ???????? ???????? ?????? ????? ????????(???? ??????? ? ????)
????? ????????? .??. ????????? ???????:
?????? ???????? ???? ??????????? ? ??????? ??????: ??????? ?????????, ??? ??????? ????? ????? ?????????, ??????? ?????????? .??. :
????????? ???????, ????? ??????? ???? ?????: ??? ?????? ?????? ????? ???????? ????????? ?????? ????? ??????? ????? ??? ??????? ????? ????????
???? ????? : ??? ?????? ?????? ????? ????????? ????????? ?????? ???? (???? ??????? ? ????)
????????? ????????? ???????? ??????????? (???? ???????)
????? ????????? ????????????? ???????????? ??? ??????????? ??????? ??????? ????? ????? ????????
???????? ?????? ?????? ?????????? ???????????? (???? ??????? ?????)
Lihat ayat ini dalam waktu perang pun kita tidak boleh menuduh atau mengucapkan pada orang yang memberi salam (dimaksud juga orang yang mengucapkan Lailaaha illallah) sebagai bukan orang mukmin sehingga kita membunuhnya.
Sekte Wahabi mengaku sebagai satu-satunya pemilik ajaran Tauhid yang bermula dari imam mereka, Muhamad bin Abdul Wahhab. Dengan begitu akhirnya mereka tidak mengakui konsep Tauhid yang dipahami oleh ulama muslimin selain sekte Wahabi dan pengikutnya. Kini kita akan melihat beberapa tekts yang dapat menjadi bukti atas pengkafiran Muhamad bin Abdul Wahhab terhadap para ulama, kelompok dan masyarakat muslim selain pengikut sektenya. Kita akan menjadikan buku karya Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim al-Hanbali an-Najdi yang berjudul Ad-Durar as-Saniyah sebagai rujukan kita. Beberapa ungkapan Muhamad bin Abdul Wahhab ,berikut ini, yang berkaitan dengan dakwaannya atas monopoli kebenaran konsep Tauhid versinya, dan menganggap selain apa yang dipahami sebagai kebatilan yang harus diperangi:
Dahulu, aku tidak memahami arti dari ungkapan Laailaaha illallah. Kala itu, aku juga tidak memahami apa itu agama Islam. (Semua itu) sebelum datangnya anugerah kebaikan yang Allah berikan (kepadaku). Begitu pulapara guru (ku), tidak seorangpun dari mereka yang mengetahuinya. Atas dasar itu, setiap ulama al-Aridh yang mengaku memahami arti Laailaaha illallah atau mengerti makna agama Islam sebelum masa ini (yakni sebelum masa anugerah Allah kepada Muhamad bin Abdul Wahhab, red) atau ada yang mengaku bahwa guru-gurunya mengetahui hal tersebut, maka ia telah melakukan kebohongan dan penipuan. Ia telah mengecoh masyarakat dan memuji diri sendiri yang tidak layak bagi dirinya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 51 ).
Disini, kita akan mengemukakan beberapa pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap beberapa tokoh ulama Ahlusunah, yang tidak sejalan dengan pemikiran sektenya: Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepadaSyeikh Sulaiman bin Sahim seorang tokoh madzhab Hanbali pada zamannya Ia (Muhamad Abdul Wahhab) menuliskan: Aku mengingatkan kepadamu bahwa engkau bersama ayahmu telah dengan jelas melakukan perbuatan kekafiran, syirik dan kemunafikan !.engkau bersama ayahmu siang dan malam sekuat tenagamu telah berbuat permusuhan terhadap agama ini !engkau adalah seorang penentang yang sesat diatas ke ilmu- an. Dengan sengaja melakukan kekafiran terhadap Islam. Kitab kalian itu menjadi bukti kekafiran kalian! (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 31).
Kita akan melihat contoh berikut ini dari penyesatan pribadi-pribadi tersebut:
Adapun Ibnu Abdul Lathif, Ibnu Afaliq dan Ibnu Mutlaq adalah orang-orang yang pencela ajaran Tauhid…, namunIbnu Fairuz dari semuanya lebih dekat dengan Islam (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 78).
Kita akan kembali melihat apa yang diungkapkannya kepada pengikut ajaran lain. Jika para ulama pakar fikih(fuqoha) dan ahli teologi (mutak-klim) telah disesatkannya, maka jangan heran pula jika pakar ilmu mistik modern (baca: tasawwuf falsafi) seperti Ibnu Arabi pun dikafirkan sekafir-kafirnya. Bahkan dinyatakan bahwakekafiran Ibnu Arabi yang bermadzhab Maliki itu dinyatakan lebih kafir dari Firaun. Bahkan bukan hanya sebatas pengkafiran dirinya terhadap pribadi Ibnu Arabi saja, tetapi Muhamad Abdul Wahhab telah memerintahkan (baca: mewajibkan) orang lain untuk mengkafirkannya juga. Dia menyatakan: Barangsiapa yang tidak mengkafirkannya(Ibnu Arabi) maka iapun tergolong orang yang kafir pula. Dan bukan hanya orang yang tidak mau mengkafirkan yang divonis Muhamad bin Abdul Wahhab sebagai orang kafir, bahkan yang ragu dalam kekafiran Ibnu Arabi pun divonisnya sebagai orang kafir. Ia mengatakan: Barangsiapa yang meragukan kekafirannya (Ibnu Arabi) maka ia tergolong kafir juga. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 hal. 25).
Banyak dari penghuni zaman sekarang ini yang tidak mengenal Tuhan yang seharusnya disembah, melainkan Hubal, Yaghus, Yauq, Nasr, al-Laata, al-Uzza dan Manaat. Jika mereka memiliki pemahaman yang benar niscaya akan mengetahui bahwa kedudukan benda-benda yang mereka sembah sekarang ini seperti manusia, pohon, batu dan sebagainya seperti matahari, rembulan, Idris, Abu Hadidah ibarat menyembah berhala (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 117).
Padahal, hingga sekarang ini, para pemuka Wahabi baik di Indonesia maupun di negara asalnya sendiri masih belum mampu menjawab banyak kritikan terhadap ajaran Wahabisme berkaitan dengan hal-hal tadi.
Para ulama al-Hanbali memberontak terhadap Muhammad Ibnu Abdul Wahhab dan mengeluarkan hukum bahwa akidahnya adalah sesat, menyeleweng dan batil. Banyak para pakar islam yang menentang ajaran atau paham Muhamad Abdul Wahhab yang tidak kami cantumkan disini. Kami hanya ingin mencantumkan penentangan dari kerabatnya yang paling dekat saja yakni ayah dan saudara kandungnya sendiri, yang lebih mengetahui pribadi dan ilmunya Muhamad Abdul Wahhab.
Tokoh pertama yang mengumumkan penentangan terhadapnya adalah ayah Muhammad Abdul Wahhab sendiri,al-Syaikh Abd al-Wahhab, di-ikuti oleh saudaranya, al-Syaikh Sulaiman. Kedua-duanya adalah dari madzhab al-Hanabilah. Al-Syaikh Sulaiman menulis kitab yang berjudul al-Sawaiq al-Ilahiyyah fi al-Radd ala al-Wahabiyyahuntuk menentang dan memeranginya. Di samping itu tantangan juga datang dari sepupunya, Abdullah bin Husain.
serta guru-guru (Muhamad Abdul Wahhab)nya, telah dapat mengesani tanda-tanda penyelewengan agama (ilhad) dalam diri (Muhamad Abdul Wahhab)nya yang didasarkan kepada perkataan, perbuatan dan tentangan Muhammad terhadap banyak persoalan agama. (Syeikh Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyyah, hal.4).
Syeikh Sulaiman menulis sebagai berikut: Sejak zaman sebelum Imam Ahmad bin Hanbal, yaitu pada zaman para imam Islam, belum pernah ada yang meriwayatkan bahwa seorang imam kaum Muslimin mengkafirkan mereka, mengatakan mereka murtad dan memerintahkan untuk memerangi mereka. Belum pernah ada seorang pun dari para imam kaum Muslimin yang menamakan negeri kaum Muslimin sebagai negeri syirik dan negeri perang, sebagaimana yang anda Muhammad Abdul Wahhab kata- kan sekarang. Bahkan lebih jauh lagi, anda mengkafirkan orang yang tidak mengkafirkan perbuatan-perbuatan ini, meskipun dia tidak melakukannya. Kurang lebih telah berjalan delapan ratus tahun atas para imam kaum Muslimin, namun demikian tidak ada seorang pun dari para ulama kaum Muslimin yang meriwayatkan bahwa mereka (para imam kaum Muslimin) mengkafirkanorang Muslim. Demi Allah, keharusan dari perkataan anda Muhammad Abdul Wahhab ini ialah anda mengatakan bahwa seluruh umat setelah zaman Ahmad (Ahmad bin Hanbal) semoga rahmat Allah tercurah atasnya baik para ulamanya, para penguasanya dan masyarakatnya semua mereka itu kafir dan murtad, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. (Risalah Arbaah Qawaid, Muhammad bin Abdul Wahhab, hal.4).
“Hari ini umat mendapat musibah dengan orang yang menisbahkan dirinya kepada Al-Quran dan sunnah, menggali ilmu keduanya, namun tidak mempeduli kan orang yang menentangnya. Jika dia diminta untuk memperlihatkan perkataannya kepada ahli ilmu, dia tidak akan melakukannya. Bahkan, dia mengharuskan manusia untuk menerima perkataan dan pemahamannya. Barangsiapa yang menentangnya, maka dalam pandangannya orang itu seorang yang kafir. Demi Allah, pada dirinya tidak ada satupun sifat seorang ahli ijtihad. Namun demikian, begitu mudahnya perkataannya menipu orang-orang yang bodoh. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Ada salah seorang sekte Wahabi menyatakan bahwa diakhir hayat Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab saudara tua dan sekandung Muhammad bin Abdul Wahhab telah bertaubat dan menyesali segala yang telah dilakukannya yaitu penentangan keras terhadap ajaran adiknya, Wahabisme.
Sebenarnya penentangan yang dilakukan oleh Syeikh Sulaiman ini, berupa nasehat kepada Sang adik, baik melalui lisan maupun dengan menulis surat (risalah) yang selama ini dilakukannya atas keyakinan ajaran Sang adik. Bukti-bukti konkrit, kuat dan ilmiah telah beliau (syeikh Sulaiman) sampaikan ke Sang adik, namun apa daya, ikhtiyar menerima kebenaran bukan terletak pada tangan Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab.
Jika kita lihat masa hidup mereka semua, maka bagaimana mungkin mereka akan bisa memberi kesaksian atas pertaubatan Syeikh Sulaiman sedang mereka tidak sezaman bahkan jauh dari zaman Syeikh Sulaiman wafat? Mungkinkah (secara logis dan ilmiah) orang-orang itu mampu memberikan secara langsung (tanpa merujuk orang-orang yang sezaman dengan Syeikh Sulaiman) kesaksian pertaubatan syeikh Sulaiman? Silahkan pembaca yang budiman renungkan! SEMOGA INI BISA BUAT PELAJARAN BAGI AJARAN TASAWWUF UNTUK SELALU BERJUANG DALAM PENYERAHAN DIRI KEHADIRAT ILAHI ,, BELAJAR TENTANG AGAMA ITU TIDAK ADA BATAS NYA ,,, SEMOGA ALLOH SELALU MENGAMBIL HIKMAH DARI FITNAH” KEJI YANG DI LONTARKAN PENGANUT AJARAN WAHABI ,,, MUSUH WAHABI SEBENARNYA ADALAH ORANG” ISLAM YANG TIDAK SEPAHAM DENGAN AJARANNYA ,,, DAN MUDAH SEKALI MENGHUKUMI ORANG LAIN SESAT DAN KAFIR .. PADAHAL ITU MELEBIHI HUKUM ALLOH YANG MAHA PEMURAH & MAHA PEMAAF …….. MOHON MAAF KAJIAN INI HANYA UNTUK MELURUSKAN AGAR KITA SESAM MUSLIM SELALU BELAJAR DARI HAL TERKECIL …
WASSALAM
Saya cuma ingin bertanya, Alloh kan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai contoh dan suri tauladan untuk umat manusia yang harus kita ikuti. dan beliau adalah contoh yang maksum. jadi logika nya kita ikuti saja contoh itu karena Alloh yang mengutus.
\nTapi kenapa kok manusia malah mencari/membuat cara/jalan/petunjuk nya sendiri-sendiri.
\npertanyaannya lagi Apakah ada yang kurang dari yang sudah di contohkan Alloh melalui Nabi Muhammad SAW ? padahal Alloh itu Maha Segalanya.
AlQuran menurut saya sudah komplit banget sebagai petunjuk buat manusia di dunia ini. dan dijabarkan melalui hadist2 dan dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW dan dikuatkan lagi dengan ackup 3 generasi terbaik setelah itu. Rasanya sudah komplit lah Alloh ngasih yang namanya cara/jalan/petunjuk tentang segala sesuatu. (ya tentang kehidupan di dunia dan akhirat).
belajar kedua ilmu tersebut dari yg paling mendasar contoh’a
pelajari kitab irsyadul anam sebagai ilmu fiqih
dan kitab sifat dua puluh sebagai ilmu tasawuf…
“HANYA ORANG2 TERTENTU YANG BISA MMPELAJARI NYA”
“anak kecil yang baru belajar matematika tambah2an,,DILARANG KERAS baca rumus dan pelajaran kalkulus!”
Catatan: Hati seorang salik wajib direndahkan bahkan sampai dia terhina sekalipun.
Aji Nur Syahid
“HANYA ORANG2 TERTENTU YANG BISA MMPELAJARI NYA”
“anak kecil yang baru belajar matematika tambah2an,,DILARANG KERAS baca rumus dan pelajaran kalkulus!”
Catatan: Hati seorang salik wajib direndahkan bahkan sampai dia terhina sekalipun.
Asamu’alaikum saudaraku semua… Mudah”an rahmat-Nya beserta orang-orang yang mengesakan “AHAD”
Ikhlas-lah dalam berilmu…
Sabarlah dalam fitnah orang-orang yang tidak mengetahui “KEBENARAN”
karena mereka belum tau pada “KEBENARAN” yang sesungguhnya….
Selama orang itu mengatakan sesat pada orang-orang yang mengESAkan-Nya maka belum datang KEBENARAN dalam hatinya… “Iyya kana’budu waiyya kanasta’in” cukuplah ALLOH tempat memohon dan meminta dalam ibadah kita… Inna lillahi wainna ilaihi roji’un….
Aku sampaikan kepada semua manusia dimuka bumi ini untuk berTuhankan kepada DIA yang tak seumpama dengan segala sesuatu. DIA tidak dapat dipelajari dengan pengetahuan kata-kata tulisan, kata kata ucapan, kata kata fikiran dan kata kata rasa. DIA tidak terjangkau oleh sesuatu karena Dia bukan sesuatu.
Sehingga muncullah perkataan “TIDAK ADA TUHAN MELAINKAN ALLAH”.
semua: “QUL HUWA ALLAHU AHAD” = “KATAKAN, DIA ALLAH ESA”. Dengan sampai (baligh) nya salam dari Tuhan ini kepada kamu sekaliannya, maka kamu yang mempunyai akal (’aqil) akan bersatu
dengan yang mengatakan Kalam Tuhan: “KATAKAN, DIA ALLAH ESA”. Dan aku telah mengatakan Kalam Tuhan ini dengan tidak memandang status kehidupan sosial,
budaya, negara bahkan agama.
penjuru dunia.
Saya orang yg sangat dangkal pengetahuan di bidang agama (boleh dibilang GapAg/Gagap Agama/meminjam istilah GapTek). Selama ini saya beribadah (terutama pemahaman ibadah sunnah) lebih cenderung ikut golongan Muhammadiyah walaupun saya hidup di lingkungan Ahli Sunnah wal jamaah dan terlibat dalam kepengurusan DKMnya. Enam bulan terakhir ini saya ikut pengajian yg berlatar belakang Tassawuf.Sepanjang perjalanan 6 bln ( 1 minggu 1x pertemuan ) saya tidak menemukan hal2 yg menyimpang dari syariat/fiqih ( dari guru/mursyid, murid2) baik uraian materi maupun praktek ibadah mereka. Alhamdulillah belajar di sini pemahaman ketauhidan saya jadi lebih baik dari sebelumnya. Satu hal yg jarang saya temui di jamal sekarang. Para mursyid/guru di sini tidak mendapat/mengharapkan honor dari Aundencenya dan tidak memproklamirkan bahwa SAYA SEORANG KYAI. Pesan beliau :
LAKUKAN APA YANG DIPERINTAHKAN DAN JANGAN LAKUKAN APA YANG DILARANG ALLAH SWT SBG BUKTI PENGHAMBAANMU. AKAN DIBERI PAHALA ATAU TIDAK ITU BUKAN URUSANMU.
SELALU BERZIKIR (MENGINGAT ALLAH) KAPAN, DIMANA DAN DALAM KEADAAN APAPUN.
Pesan saya untuk para Saudara ku yg berbeda :
Janganlah merasa diri paling baik dan paling benar, apalagi sampai memponis kafir dan sesat sesama saudara.
Tahukah kita bahwa gula rasanya manis atau garam rasanya asim sebelm kita mencicipinya
Maaf Wassalam.
Asslmu’alaikum.
semua ilmu tassawuf haruslah berujung kembali pada Islam Billah wabi Sunati Rasulillah.
Kuncinya pada Iman: “Muwa tasdikul Bil Qolbi waikraru bil lisan wa’amalu bil arkaan”
Asslmualaikum.
Q mulai bertarekat sejak th 1998, karna watu itu Q masih kelas 3 SMP, jadi masih ikut2an belum sepenuh hati, Alhamdulillah akhir2 ini hati saya mulai rindu berdzikir dan sholat, tapi ada MAAF karna mursyid yg dulu membmbing telah di gantikan, waktu berdzikir / sholat hati ini ada pertanyaan:
Kepada mursyid yg pertama / yg terahirkah saya harus meghadap?
Nooh FPI yg suka buat onar knp gx dibilang sesat…???
biarkan Allah yang menentukan mana yang benar, yang syariat ataupun tasawuf sok jalan saja, semoga Allah Merahmati kita semua….Amin
Gitu aja kok repot
-”mencari mangsa”, apakah tujuan Tasawuf ingin membinasakan orang-orang yang berusaha bertaqwa kpd jalan Alloh dan Muhammad?
-”ketahuilah Alloh menjadi saksi diantara kita”, Apakah kamu mengetahui diri kamu sudah mendapat petunjuk dari Allah? meraa diri benar adalah syirik kecil (Ujub). karena setahu saya salah satu perjalanan tasawwuf berusaha mengikis ujub (penyakit hati) yang ada dihati.
Sungguh sebesar - besar kejahatan muslimin pada muslimin lainnya, adalah yang bertanya tentang hal yang tidak diharamkan atas muslimin, menjadi diharamkan atas mereka karena pertanyaannya
(Shahih Muslim hadits No.2358, dan juga teriwayatkan pada Shahih Bukhari).
apa kalian maenuntut ILMU cuma untuk berdebat dan saling mencaci ???
engga kan…
masalah besar di kecilkan toh,masalah kecil yaa di hilang kan lah…
apa kalian maenuntut ILMU cuma untuk berdebat dan saling mencaci ???
engga kan
masalah besar di kecilkan toh,masalah kecil yaa di hilang kan lah”
**********************************************************************
Saya sangat setuju dengan pernyataan anda diatas … kayak anggota dewan aja debat nggak jelas, wong naik gaji kurang aja emosi…. omong yg ini yg itu… sepeda dipinjam kawan lecet dikit aa dah dendam nggak mau minjami lagi.. bahas aja gimana biyar umat islam ini bebas dari hutang,,,,tuh baru bagus… bayarkan hutang orang itukan ada anjurannya… coba cari nanti pasti ketemu, kan saudara” kalau diliat dari debatnya dah bisa dibilang sumber hadits semua
Untuk tasawuf bagi orang yg jauuuuh lebih mantap keimanan’y kpd allah swt dan kecintaan’y kpd Rasulullah Saw